03 Desember 2014

Feeling Good

Awakened by the morning sun
The new day have just begun
Through the open window
Warm and gentle wind
Invites you to take a walk

You’re walking down the sunny street
Humming moving to the beat
Of the happy song
From your headphones
Passing block by block

Feeling good with no reason
Free your soul from the prison
Leave behind useless ado

Sun is shining so bright
Everything is alright
The whole world is smiling to you

Lay down beneath the shady tree
Evoke the pleasant memories…
In the shape of the clouds
What can you see?
Bunny or fairy elf?

Remember your childhood dream
Perfect, shiny and agleam
Start to do all those things
You wanted to do
And you’ll find yourself…

Feeling good with no reason
Free your soul from the prison
Leave behind useless ado

Sun is shining so bright
Everything is alright
The whole world is smiling to you

Share:

04 Oktober 2014

Menulis untuk (si)apa?

Di saat Wordpress dan Tumblr berlomba-lomba menjadi lebih adaptif dan lebih bisa terintegrasi dengan social media, Blogspot rasanya tetap menjadi sebuah tempat ngeblog yang menyenangkan dan tidak terlalu terpengaruh oleh keramaian dan keriuhan social media.

Mungkin inilah yang menjadikan saya akhirnya kembali menulis di Blogspot lagi. Kalau di Wordpress saya ingin postingan saya banyak dibaca dan dikomentari, di Blogspot saya ingin postingan saya menjadi konsumsi saya pribadi. Kalau Wordpress membuat saya menulis seperti layaknya seorang profesional, Blogspot membuat proses menulis saya menjadi lebih personal.

Setelah ngeblog selama beberapa tahun terakhir ini, ada satu hal yang saya sadari. Semakin postingan saya banyak dikomentari, saya menjadi semakin terobsesi dengan ketenaran. Dan saya merasa itu bukanlah suatu yang bagus. Karena kalau saya menulis karena ingin tenar, suatu saat saya pasti akan berhenti menulis ketika tulisan saya tidak ada yang membaca dan mengomentari lagi.

Maka dari itu, saya ingin mulai menulis untuk merenung. Untuk mengabadikan hal-hal yang menarik perhatian saya. Khususnya tentang kehidupan dan tentang perasaan. Karena setiap momen itu spesial. Meskipun kita pernah mengalami pengalaman yang hampir sama, percayalah, setiap rasa yang kita rasakan tidak akan terduplikasi dengan sempurna. Selalu ada detail-detail kecil yang membuat semua rasa itu unik dan tidak pernah sama.

Share:

28 Agustus 2014

Berdamai dengan Perpisahan

Setelah menjalani hidup sekian lama, akhirnya saya mulai menyadari bahwa perjalanan waktu perlahan akan membuat kita semakin terikat dan sulit melepaskan. Sampai akhirnya kita begitu cinta mati dengan kehidupan. 

Terkadang saya merasa sangat merasa bersyukur karena telah dikaruniai nikmat luar biasa besar seperti kehidupan. Karena dengan hidup saya bisa mengenal bermacam-macam hal. Selama hidup saya punya keluarga yang begitu mencintai saya sepenuh hati, saya punya banyak teman, saya punya banyak sekali kenangan.

Tapi di waktu yang sama, saya sering merasa sedih ketika harus berpisah dengan orang-orang yang sudah saya kenal. Berat rasanya berpisah dengan orang-orang yang selama beberapa tahun berinteraksi dengan kita. 

Hari ini, teman seangkatan saya di perkuliahan sudah tinggal belasan. Padahal dulu waktu pertama masuk ada sekitar 200-an. Teman SMA sudah mulai banyak yang menikah, akibatnya, momen reuni semakin lama akan semakin sepi. Semua teman saya sudah mulai sibuk bersama keluarganya sendiri.

Dalam hidup, perpisahan adalah suatu hal yang pasti. Akan ada masa di mana kita akan meninggalkan kehidupan menuju kehidupan yang lain. Seperti halnya pertandingan sepakbola, akan ada masanya bagi wasit untuk membunyikan peluitnya.

Kalau sudah begitu, tidak ada pilihan lain bagi kita kecuali meninggalkan stadion dan menggoreskan kenangan baru di stadion yang lain.
Share:

20 Februari 2014

Teman Seperjalanan

Seringkali, teman seperjalanlah yang menjadikan sebuah perjalanan menjadi sangat menyenangkan dan berkesan.
Saya pikir, kita semua sepakat soal itu. Yang menjadikan sebuah perjalanan terasa menyenangkan seringkali memang bukan hanya destinasinya, tapi lebih dari itu, teman seperjalanan-lah yang paling besar pengaruhnya.

Kalau teman seperjalanan itu tidak terlalu penting, saya pikir orang-orang tidak akan pernah disibukkan oleh pasangan. Kita semua sibuk memikirkan, memilah, dan memilih siapa yang kita jadikan teman seperjalanan karena sadar bahwa sebuah perjalanan akan terasa sepi tanpa kehadiran seorang teman.

Kita semua tahu bahwa ujung dari setiap perjalanan hidup di dunia adalah kematian. Dan karena kita sadar akan itu, kita semua berusaha untuk mencari teman seperjalanan yang menyenangkan. Kita berusaha mencari teman seperjalanan yang mampu menjadikan proses menuju kematian menjadi masa-masa yang menyenangkan. Kita berusaha mencari teman seperjalanan yang mampu menjadikan proses menuju kematian menjadi sebuah perjalanan yang tidak perlu ditakutkan.

Karena bersama teman seperjalanan yang menyenangkan, perjalanan ke mana pun akan terasa menyenangkan. Bahkan perjalanan menuju kematian.
Share:

03 Februari 2014

Pecinta Hujan

Ternyata waktu memang bisa membuat kita berubah.

Ingat nggak waktu kecil dulu kita sering sekali bermain di luar ketika hujan? kita begitu gembira ketika hujan datang. Kita langsung berhambur ke luar. Kadang kita sambut hujan dengan bermain ke sungai untuk berenang. Kadang kita menyambut datangnya hujan membawa bola ke lapangan. Dan di lain waktu, kita menyambut hujan dengan jalan-jalan ke pekarangan tetangga untuk mencari buah mangga yang sedang jatuh, yang seringkali malah kita sendiri yang menjatuhkannya dengan bermodalkan batu atau pecahan genteng.

Dulu, kita menganggap hujan adalah teman. Kita tidak pernah merasa perlu untuk memakai pelindung apapun ketika hujan. Kalaupun sedang terpaksa, kita biasanya hanya menggunakan daun pisang untuk pulang sekolah bersama teman-teman kita. Dan sepertinya kita memang tidak benar-benar berniat berlindung dari hujan. Karena kita tahu kalau daun pisang bukanlah pelindung yang baik.

Dan kini, kita tidak lagi ramah pada hujan. Ketika sedang naik motor, kita langsung menepi untuk memakai pelindung. Ketika sedang berjalan, kita langsung membuka payung. Ketika sedang tidak membawa pelindung, kita langsung mencari tempat berteduh, menepi, dan berharap hujan segera pergi.

Ah, aku jadi ingat dengan kata-kata yang dibagikan oleh temanku melalui akun facebook-nya:
Kamu bilang kamu cinta hujan,
tapi kamu pakai payung tuk berjalan dibawahnya.
Kamu bilang kamu cinta matahari,
tapi kamu berteduh dari sinarnya.
Kamu bilang kamu cinta angin,
tapi saat dia datang, kamu segera menutup jendela.
Karena itu aku takut saat kamu bilang cinta.
Katanya sih itu itu kata-kata Bob Marley. Kamu tahu Bob Marley? Iya, penyanyi reggae yang legendaris itu. Aku memang bukan penggemar beratnya. Satu-satunya lagu Bob Marley yang aku tahu mungkin cuma "No Woman No Cry." Maaf, aku memang bukan penggemar musik reggae. Dan terlepas apakah quote tersebut benar-benar dari Bob Marley atau tidak, yang jelas aku punya kegelisahan yang sama.

Buat apa kita bilang cinta pada hujan kalau ternyata kita sering berlindung darinya? Bukankah cinta itu menerima?

Cinta itu bukan tentang siapa yang paling cepat mendapatkan. Tapi yang lebih penting dari itu, tentang siapa paling bisa lama bertahan. Karena bagi cinta, waktu adalah sebenar-benarnya ujian.

Apa yang kita cintai hari ini tidak akan selamanya kita cintai. Kebersamaan hari ini pun bukan jaminan bagi kebersamaan di esok hari. Akan ada masanya bagi cinta untuk merasa bosan. Tapi yang jelas, ada banyak sekali kesempatan bagi kita untuk membuat proses mencintai semakin menyenangkan. Persis yang kita lakukan waktu kecil, ketika kita masih mencintai hujan. Ketika kita bosan bermain di sungai, kita pergi ke lapangan. Ketika sudah bosan bermain di lapangan, kita pergi mencari (mencuri lebih tepatnya) mangga di banyak pekarangan. Sepertinya kita memang harus belajar mencintai lagi. Seperti ketika kita tidak pernah kehabisan cara untuk mencintai hujan.

Dan terakhir, aku pernah dengar, konon katanya, cinta hanya akan merasa bosan ketika tidak dianggap ada, tidak dihargai, dan tidak pernah diperjuangkan.

Dariku, pecinta biru langit.
Untuk kamu, pecinta hujan.
Share:

02 Februari 2014

Kesan Pertama

Adakah yang lebih menyenangkan daripada bertemu kamu di musim hujan? Aku rasa tidak banyak.

Hai, maaf kalau aku lupa memperkenalkan diri. Aku adalah salah satu penggemarmu sejak SMA. Iya, sejak SMA. Karena baru di saat SMA itu lah aku bisa lebih sering bertemu kamu. Karena sejak SD sampai SMP aku sekolah di dekat rumah jadi tidak terlalu sering main-main ke luar.

Aku memang tidak ingat sejak kapan aku mulai suka kamu. Tapi aku selalu ingat salah satu tempat favoritku menemukanmu. Di sebuah sudut sekolah SMP negeri di depan perumahan Puskopad, Sooko, Mojokerto. Tepat di depan sebuah gerai Alfamart. Kalau aku ingat-ingat lagi, sepertinya di tempat inilah aku pertama kali jatuh cinta padamu.

Selain di sana, salah satu tempat favoritku untuk menemukanmu adalah di depan MAN Mojokerto. Tapi kalau disuruh memilih, aku lebih suka bertemu kamu di tempat pertama daripada di tempat yang aku sebutkan kedua ini. Tempat yang pertama memang kecil, aku tahu. Tapi aku merasa lebih nyaman untuk berlama-lama bersama kamu di sana. Asal kamu tahu.

Dan kini, setelah lulus SMA, aku jarang bermain ke sana lagi. Mungkin hanya sesekali ketika ada keperluan dan kegiatan di sekitar kota. Karena seperti yang kamu tahu, kalau sudah di rumah, aku jarang sekali main keluar. Singkat kata, tiap kali di rumah, aku mendadak jadi introvert total.

Kalau sedang kangen berat sama kamu, aku biasanya pergi ke tempat di dekat pasar tradisional dekat rumah. Tempatnya tidak begitu jauh dari rumah. Mungkin hanya sekitar 2-3 km. Kurang lebih 5 menit kalau ditempuh menggunakan motor. Dan aku rasa, mungkin hanya tempat ini yang bisa menyaingi tempat pertama ketika aku jatuh cinta padamu.

Di Surabaya? di Surabaya lebih mudah menemukanmu. Asal kamu tahu. Ada beberapa tempat favoritku untuk menemukanmu di sekitar kampus. Bahkan kadang kalau beruntung, aku cukup menunggu sampai sekitar jam 5 sore sebelum kamu lewat bersama abang-abang dari Lamongan yang sedang jalan kaki bersamamu. Dan di sekitar tempatku tinggal sendiri ada 2 tempat.

Meski di Surabaya lebih mudah menemukanmu, menurutku tidak ada tempat yang bisa mengalahkan tempat yang pertama. Karena di sanalah aku kali pertama merasa bahwa kamu begitu istimewa. Dan sejak saat itu, aku tidak pernah bisa untuk berhenti mencintaimu. Sejak saat itu, aku jadi yakin kalau cinta pada pandangan pertama itu memang ada.

Terima kasih banyak, Mie Ayam.

Salam kenal,
Penggemarmu (nomor satu).
Share:

01 Februari 2014

Tetap Hangat

Sudah 5 tahun lebih kita berkenalan tapi baru kali ini aku menyapa kamu lewat surat seperti ini. Miris sekali ya? Haha

Akhir-akhir ini kamu tidak seperti biasa, kamu menjadi lebih dingin. Apa jangan-jangan karena musim hujan ya?

Ngomong-ngomong, aku tidak kamu yang dingin seperti ini. Yang membuat aku suka dengan kamu adalah kehangatanmu. Dingin sebenarnya tidak masalah. Tapi aku merasa dinginmu itu dibuat-buat. Tidak cocok dengan karaktermu yang terkenal hangat. Meski menurut sebagian orang kamu sudah bukan hangat lagi sih. Tapi hot!

Oke, aku sepakat kalau yang dingin selalu bikin penasaran. Tapi aku merasa kamu lebih cocok menjadi sosok yang "hot" daripada pura-pura menjadi dingin hanya karena ingin menyesuaikan diri dengan suasana.

Aku dengar beberapa bulan terakhir ini kamu mendapat masalah yang cukup rumit ya? kalau nggak salah dengar sih ada hubungannya sama mafia gitu. Duh, semoga masalah kamu cepat selesai ya.

Dan tak lupa, aku mohon maaf kalau selama ini aku sering berlaku kurang baik kepadamu, Surabaya.

Salam hangat,
pendudukmu.
Share:

17 Januari 2014

Rindu

Baru masuk sekolah sudah mikir liburan lagi.
Baru saja libur sudah ingin masuk lagi.
Baru saja akhir pekan sudah mau senin lagi.
Baru saja makan sudah merasa lapar lagi.
Baru saja bangun tidur sudah ingin rebahan lagi.
Baru saja terang sudah hujan lagi.

Itu semua hanya rindu.
Bisa jadi.

Siswa sekolah rindu masa liburan sekolahnya.
Guru rindu pada muridnya.
Pegawai rindu pada hari sabtu minggunya.
Lidah rindu pada rasa.
Mata rindu pada pejamnya.
Hujan rindu pada bumi dan tanahnya.

Semuanya sedang rindu.
Begitupun denganku.
Share:

Surat #1: Kembali

Hai, bagaimana kabarmu?

Sudah lama sekali kita tidak bertemu. Maaf ya kalau beberapa tahun terakhir ini aku lebih sering mengapdet blog-ku yang ada di wordpress daripada yang satu ini. Sejak kenal wordpress aku memang merasa lebih nyaman menggunakan wordpress daripada blogspot. Tapi semakin lama, aku merasa perlu membuat sebuah blog yang lebih personal untuk menuangkan ide dan segala macam isi kepalaku. Dan aku merasa blogspot lebih cocok dipakai untuk mengapdet hal-hal yang lebih bersifat personal daripada wordpress dan tumblr. Platform blogging favoritmu itu. (sampai sekarang masih favoritmu kan?).

Akhir-akhir ini kamu kok sudah jarang kelihatan lagi di dunia maya? aku lihat kamu sudah jarang apdet status lagi. Bosan ya? Tapi aku yakin kamu masih sering buka FB kok. Karena sesekali aku lihat namamu di ticker sedang mengomentari atau sekadar memberi like pada status temanmu.

Kabarku?

Sulit menjawabnya. Kamu tahu sendiri kan kalau aku memang sosok yang agak impulsif. Tapi tenang, aku masih sama dengan aku yang dulu kok. Masih suka dengerin lagu Camera Obscura, band indie asal Skotlandia yang sempat manggung di Indonesia beberapa tahun silam. Sayang sekali waktu itu manggungnya di Bandung, bukan di Surabaya.

Ngomong-ngomong, kemarin aku sempat menonton beberapa film tentang time-traveller. Mr.Nobody dan About Time. Asal kamu tahu, setelah sekian lama aku berhenti menonton film, aku merasa sangat terhibur oleh 2 film tersebut. Selain juga mendapat banyak inspirasi dan pelajaran berharga.

Dari film Mr.Nobody, aku belajar bahwa kita seringkali merasa takut mengambil satu keputusan dalam hidup karena tidak tahu dengan konsekuensi yang akan kita tanggung di kemudian hari atas pilihan kita tersebut. Tapi pernah nggak sih kita berpikir bahwa ketika tahu konsekuensinya pun, bukan tidak mungkin kita akan merasa takut untuk mengambil keputusan juga. Apalagi jika konsekuensinya tidak jauh berbeda.

Dan untuk film About Time, sejujurnya aku sangat suka dengan karakter Mary yang diperankan oleh Rachel McAdams. Aku bahkan sempat mencari beberapa judul film yang dimainkan oleh Rachel McAdams untuk aku tonton. Salah satunya film Midnight in Paris. Sebuah judul film yang aku tahu dari blog my milk toof. Sebelum tahu kalau Rachel yang membintanginya.

Meskipun ratingnya di IMDB sama, aku lebih menikmari film About Time daripada film Mr.Nobody. Bukan hanya karena dalam film About Time ada Rachel McAdams. Tentu saja. Film About Time secara keseluruhan memang menyenangkan, romantis, dan mengandung banyak pesan-pesan berharga di dalamnya. Dan semua yang telah menonton About Time pasti sepakat kalau film tersebut mengajarkan kita agar menghargai setiap momen dalam hidup. Karena setiap momen hanya berlangsung sekali. Tidak ada tombol fast forward. Pun tidak ada tombol replay.

Sekian cerita dariku. Sampai jumpa.

*) Anyway, sebenarnya film About Time juga yang membuatku kembali menulis di blog ini.  
Share: